Tempat Persinggahan

“Travel is finding out more reasons to write. And more reasons to live.” – Ika Natassa on Critical Eleven

Apa bagian terbaik dari naik pesawat yang paling saya sukai?
Naik tangga dan masuk ke dalam pesawat? No.
Dapat kursi (hasil online check-in) di samping jendela sebelah kiri? No. Hmm, dikit sih.
Menikmati pemandangan ketika berada di atas awan? Gak juga.

Buat saya, yang terbaik adalah ketika pesawat mendarat dan saya masuk ke dalam terminal kedatangan di Bandara setempat. Kota yang tidak setiap hari kita datangi. Bandara yang selalu sibuk dengan hiruk pikuknya yang khas. Deru mesin pesawat yang mendarat dan terbang bergantian. Kru di apron, di terminal, di dalam kabin pesawat yang selalu sibuk dan gerak cepat. Udara yang berbeda di tiap kali kaki menjejakkan kaki di daerah lain. Buat saya, itu hal yang selalu bikin bahagia, lega, dan juga senang. Walaupun sudah beberapa kali datang ke kota yang sama, bandara dan hiruk pikuk yang pernah diliat sebelumnya.

IMG20170829101629
Apron’s View – Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan International Airport

Selama satu setengah tahun ini, bandara yang punya julukan tercantik di Indonesia itu sudah saya sambangi 3 kali. Bulan Mei dan Agustus 2016, dan Agustus 2017. Tapi gak pernah ada bosan-bosannya mengeksplorasi sudut-sudut bandara yang gak hanya luas, tapi juga memang benar-benar cantik. Jadi ingat filmnya Tom Hanks dan Catherine Zeta-Jones – “The Terminal”, yang si tokoh utamanya gak bisa pulang karena negaranya udah gak ada, tapi juga sekaligus gak bisa keluar dari bandara karena gak punya kewarganegaraan. Eh tapi, yang saya bayangin adalah suasana dan bentuk bandaranya ya, bukan pengen terjebak di bandara berminggu-minggu.

Bandara dan hiruk pikuknya mengajarkan saya untuk mengenal suasana dan situasi yang baru, beradaptasi dengan cepat, dan belajar untuk bersikap sebagaimana orang-orang yang sedang berpacu dengan waktu di tempat itu. Disiplin,  tentu saja. Karena kalau telat sedikit, pesawatmu akan pergi dan gak pakai acara kasihan. Tentunya kalau di terminal kedatangan, saya bisa agak santai sedikit. Usai mendarat, masih bisa melipir ke restroom, touch-up make-up, rapihkan baju, baru kemudian ambil bagasi dan siap-siap nyari transport menuju hotel. Kalau lagi sendirian tapi ya, atau dalam perjalanan bukan bisnis. Tapi kalau sama rombongan, ya saya harus tahu diri, gak bisa macam-macam, gak bisa melipir ke sana ke mari, karena bakalan dipelototin orang satu bis . Heuheuheu…

Jangan tanya bandara mana yang saya paling suka. Kenapa?
1. Saya masih belum keliling ke seluruh  bandara dalam, bahkan luar negeri, jadi tentunya gak pantas untuk menilai.
2. Duh, saya udah kadung bahagia kalau ketemu bandara, yang tentunya tiap daerah punya perbedaan luas dan fasilitas yang ada.
3. Kurang kerjaan banget lah saya kalau cuma bandara aja dibanding-bandingin. Toh saya bukan jurnalis majalah jalan-jalan.
4. Udaaaah, nikmati aja perjalanannya, gak perlu ngeluh. Tanpa bandara yang dikeluhkan, kita gak bisa mendarat di kota tujuan, loh.

Saya kasih contoh, Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang menjadi bandara tersibuk di Indonesia, (di mata saya) punya gaya bangunan semi-vintage karena masih ada beberapa bagian yang mempertahankan bangunan lama. Seperti terminal kedatangan dan keberangkatan domestik (yang pasti bukan Terminal 3 Ultimate, yes).

Trus bandara di Balikpapan ini, dia konsepnya bener-bener modern minimalis, dengan bukaan banyak dan terang benderang walaupun tanpa lampu di siang hari. Tapi tetap nyaman buat calon penumpang yang nunggu penerbangan maupun yang baru mendarat.

Bahkan Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin di Banjarbaru, di daerah saya, yang baru masuk tahap pengembangan setelah sekian lama diproses, juga tetap nyaman untuk saya. Meskipun fasilitas tentu gak bisa dibandingkan dengan bandara yang statusnya internasional, tapi standarnya sudah cukup bagus untuk kenyamanan penumpang. Lalu sebagai seorang yang hanya ‘singgah’ di bandara, apalagi yang bisa kita tuntut dari ketersediaan bandara? Toh kita juga gak bakal seharian penuh di dalam sana, kecuali kalau delay parah ya, gara-gara maskapainya kenapa-kenapa. Paling banter untuk penerbangan normal tanpa pembatalan atau geser waktu, antara 1,5 hingga 3 jam. Yakin deh. Gak akan lebih lama dari itu, kecuali kalau kamu mau nginap di bandara.

Jadi, tolonglah, jangan bermudah-mudah membandingkan situasi bandara yang ada di tiap daerah, apalagi menghakimi pengelola bandara gak becus lah, ini lah, itu lah, bahkan sampai ngamuk-ngamuk. Mereka juga pasti berusaha semaksimal mungkin, kita cuma gak tau dan gak akan pernah paham, bagaimana cara mereka melakukan. Termasuk berapa sih anggaran yang diperlukan untuk membangun bandara yang cantik dan lengkap fasilitasnya?

Be wise, ya 🙂
-xoxo-

*ps : saya bukan pegawai bandara ya, apalagi istrinya petugas yang kerja di bandara. boro-boro suami, punya calon aja belum, #eh.

 

Leave a comment